Kamis, 06 Mei 2010

Kasus Gayus, Hanya Secuil Mavioso Korupsi

Pemerintah SBY-Budiono selama tujuh bulan berjalan, nampaknya belum menunjukkan kinerja maksimal. Tenaga dan pikiran pemerintah terkuras pada berbagai persoalan bangsa yang terjadi mulai dari gempa Tasikmalaya, Padang, kasus KPK versus Kepolisian, kasus Antasari (mantan Ka. KPK), bank Century dan kasus Gaus T. yang sangat menghebohkan. Dan tidak menutup kemungkinan akan muncul lagi kasus-kasus lain yang lebih heboh dari kasus Gaus T. seperti yang dijanjikan oleh pak Susno Duadji (Mantan Kabareskrim POLRI).

Rentetan berbagai kejadian ini bukanlah terjadi secara kebetulan, tapi boleh jadi merupakan skenario Yang Maha Kuasa untuk membuka borok/mavia para elit di negeri ini dalam merampok uang rakyat dengan modus operandi yang sangat cerdik dan lihai. Kasus Gaus hanya secuil modus mavioso yang terungkap ke permukaan di departemen keuangan (direktorat pajak). Masih ada Gaus-2 lain yang lagi tiarap dan merapatkan barisan dengan pihak kepolisian, kejaksaan dan pengadilan untuk menutup celah-celah yang dapat membuka modus operandi mereka. Kaburnya Gaus T. ke Singapura adalah sinyalemen kuat adanya upaya untuk mengaburkan kasus tersebut. Takut nantinya Gaus bernyanyi menyebut beberapa nama petinggi di lembaga penegak hukum di pengadilan.

Predikat Indonesia sebagai negara terkorup di dunia adalah bukti nyata bahwa program pemberantasan korupsi yang dilakukan selama ini belum sepenuhnya berhasil walaupun pihak pemerintah telah mengklaim sangat berhasil. Penyebab mandegnya program ini akibat kurangnya kesungguhan pemerintah, terutama aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi. Mereka hanya tegas pada rakyat kecil dan ngelempem saat berhadapan dengan orang-orang berduit. Sangat cepat menangani kasus pencuri kakao (bu Mina) dan sangat lamban memproses kasus koruptor kelas kakap. Kompleksitas permasalahan yang demikian telah menumbuh suburkan kembali prilaku korup dikalangan para elit ( Aleg, Birokrat, Swasta) dan diperparah lagi dengan sistem yang justru sangat mendukung terjadinya prilaku korup tersebut.

Bukan lagi rahasia umum bahwa budaya garong uang rakyat telah terjadi di berbagai lembaga di negeri ini. Lembaga legislatif, eksekutif maupun yudikatif, ketiga-tiganya sami mawon cenderung berprilaku korup. Dalam rangka mempermulus modus mavioso korup ini disiasati dengan penciptaan sistem yang lemah serta mempertahankan sistem yang secara faktual justru sistem tersebut tidak mendukung program pemberantasan korupsi. Salah satu contoh misalnya asas praduga tak bersalah. Dengan asas ini membuat seseorang siapapun dia harus hati-hati dalam mengemukakan pendapat terhadap seorang pejabat apakah yang bersangkutan korupsi atau tidak, hanya karena melihat ketimpangan antara gaya hidup yang dilakoni ( mobil tiga, motor enam, tabungan milyaran, rumah tiga di perumahan elit ) dengan gaji yang mungkin kurang lebih 15 juta/bulan. Demikian pula terhadap tambahan kekayaan wakil Presiden 6 milyar pada periode April s/d Nopember 2009. Walaupun gaji beliau sebagai gubernur BI (± 150 juta/bulan) ditabung semua selama interval tersebut, jumlahnya hanya mencapai 1,2 milyar. Masih selisih 4,8 milyar yang tentu selisih jumlah yang besar ini akan memunculkan berbagai pertanyaan,’’dari mana sumbernya???’’). Kendati demikian faktanya, namun tidak serta merta dapat dijustifikasi bahwa wapres telah melakukan korupsi. Kalau justifikasi seperti ini nekad juga dilakukan, bersiaplah akan ditahan dengan ancaman pasal klasik yaitu “pencemaran nama baik’’ oleh pihak kepolisian.

Carut marut prilaku korup yang tengah terkuak ini, akan tetap terjadi manakala pemberantasannya tidak disertai dengan perubahan sistem yang signifikan. Asas praduga tak bersalah sudah seharusnya ditinjau kembali penggunaannya ke dalam tatanan hukum kita. Wacana pembuktian terbalik yang mengemuka saat kasus Gaus mencuat perlu diapresiasi dan difolowupi. Tentu pemberlakuannya tidak hanya sebatas pada kalangan pejabat direktorat pajak, tapi harus diberlakukan pada semua pejabat di berbagai institusi pemerintah mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat dua, ataupun sampai pada tingkat kecamatan, terutama para pejabat yang memiliki kekayaan yang sangat tidak berimbang dengan gaji yang diterima.

Pembuktian terbalik sudah sangat perlu dihadirkan dalam proses pemberantasan korupsi. Karena terkadang kita mendapatkan kenyataan bahwa sama-sama PNS dengan golongan yang sama tapi berlainan institusi, menunjukkan gaya hidup yang sangat berbeda. Para pejabat pemerintah maupun para aleg yang gajinya variatif yang nilai tertinggi sampai 50 juta/bulan (bukan gaji para direktur BUMN dan Gubernur BI) tapi memiliki beberapa mobil dan rumah bak istana. Saat mereka mencalonkan kembali untuk jabatan yang sama, miliyaran rupiah bahkan puluhan milyar keluar dari pundi-pundi mereka untuk mendapatkan empati masyarakat pemilih. Akibat dari proses pemilihan pejabat seperti ini, maka melahirkan sosok-sosok pemimpin yang lupa janji-janjinya akan mensejahterakan rakyat saat kampanye. Mereka lebih memprioritaskan program mempercepat pengembalian modal ketimbang mensejahterahkan masyarakat. Proses yang demikian telah terjadi di sebagian besar di negeri ini.

Fakta ketimpangan antara jumlah gaji yang diterima dengan gaya hidup para pejabat di atas, pembuktian terbalik terhadap kekayaan yang mereka miliki sudah sangat mendesak untuk diberlakukan. Langkah awal adalah mendesak pemerintah dan legislatif untuk membuat regulasi pemberantasan korupsi dengan memberlakukan pembuktian terbalik. Pemberi pressure diharapkan dari kalangan media, LSM, masyarakat, tokoh-tokoh nasional yang punya trakrecord baik, para pejabat yang dinilai masih relatif bersih. Yang kedua melakukan pembenahan sistem yang ada di lembaga-lembaga penegak hukum, termasuk mencopot dan mempesiun dinikan para oknum penegak hukum yang nakal terutama yang terlibat dalam kasus Gaus T. Yang ketiga mengawal secara ketat pengungkapan kasus Gaus T yang disinyalir banyak melibatkan pejabat pemerintah yang ada di direktorat pajak, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Dan yang terakhir memberikan dukungan penuh kepada KPK untuk mengusut tuntas kasus Gaus T.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar