Jumat, 12 Maret 2010

Figur Pemimpin

Figur Pemimpin Yang Tanggung Jawab

Dalam versi Islam, minimal ada empat kriteria umum seorang pemimpin yang dijamin dapat mengayomi masyarakatnya dari rasa aman, adil, sejahtera dan terhindar dari suatu tindakan kezaliman dari para pemimpinnya. Kempat kriteria tersebut adalah sidiq, amanah, tablig dan fathonah. Selama ini, kriteria umum kepemimpinan di atas hanya disuarakan pada batas-batas dinding surau, mushallah dan mesjid oleh para ustaz/ustazah. Sangat jarang dikaji pada seminar–seminar ataupun diskusi-diskusi yang diadakan oleh organisasi-oraganisasi keagamaan, khususnya organisasi-organisasi keislaman.

Perlu digaris bawahi bahwa empat kriteria kepemimpinan di atas tidak hanya dikenal dalam konsep Islam, tapi juga terdapat pada konsep-konsep agama lain. Hanya saja dalam memformulasi kalimat-kalimat pada masing-masing agama tersebut berbeda-beda, namun ensensi dasar dari empat sifat kepemimpinan tersebut adalah sama. Oleh karenanya menjelang rangkaian pelaksanaan Pilgub, Pilbup/Pilwal yang akan dimulai tahun 2010 ini, dipandang perlu kriteria kepemimpinan ini dijelaskan kembali kepada masyarakat agar nantinya masyarakat punya acuan untuk memilih pemimpinnya sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memilih pemimpin. Tujuan ini tentu terkesan klise dan masih sangat sulit diwujudkan karena kendala pemilih yang masih pragmatisme, tapi akan lebih baik disosialisasikan daripada tidak sama sekali. Harapannya tentu dengan penjelasan-penjelasan ini, masyarakat akan menyadari kekeliruannya dalam pemilihan-pemilihan sebelumnya, baik itu pemilihan aleg DPR, DPR I/II maupun pemilihan Presiden dan wkil Presiden.

Empat kriteria kepemimipinan tersebut adalah:

1). Sidiq. Sidiq yaitu sifat pemimpin dalam menjalankan tugasnya selalu mengedepankan nilai-nilai kejujuran. Alergi dengan pola hidup yang dibingkai dengan dusta dan kemunafikan. Tutur kata dan prilaku selalu sinkron. Apa yang diucapkan adalah benar keluar dari hati sanubari yang dalam (nurani), sehingga apa yang dikatakan luput dari unsur-unsur dusta dan kemunafikan.

2). Amanah. Kejujuran bagi seorang pemimpin belum dapat menjamin pemimpin tersebut berhasil dalam kepemimpinannya. Masih perlu suatu sifat yang harus dimiliki yaitu sifat amanah. Amanah yaitu sifat pemimpin dalam menjalankan tugasnya selalu memperhatikan dan mempertimbangkan trend yang muncul pada masyarakat sebagai pihak pemberi kepercayaan memimpin. Jabatan yang disandangnya benar-benar dilakukan secara sungguh-sungguh. Bermodal dari kedua sifat ini, seorang pemimpin pada saat dihadapkan suatu pilihan untuk pengambilan suatu kebijakan, akan selalu mengingat janji-janjinya kepada masyarakat pada saat kampanye. Janji mensejahterakan rakyat, maka kebijakan yang diambil adalah kebijakan yang mendukung upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Janji tidak akan menggusur PKL , sebagai pemimpin yang amanah tentu tidak akan mengeluarkan kebijakan penggusuran para PKL secara tidak manusiawi walaupun dikemasi dengan kata halus ”penertiban”. Pemimpin yang menepati janji-janjinya saat kampanye hanyalah pemimpin yang memiliki sifat jujur dan amanah. Sikap jujur dan amanah akan membuat seorang pemimpin terhindar dari prilaku bohong. Menyadari betul bahwa masyarakat menjatuhkan pilihan kepadanya antara lain karena janji-janji yang pernah disampaikan pada saat kampanye.

3) Tablig. Apakah dengan memiliki sifat jujur dan amanah, sudah dapat mengantarkan seseorang menjadi pemimpin? Tentu belum ada jaminan pasti. Masih ada anak bangsa yang memiliki sifat jujur dan amanah, tapi dalam percaturan elit politik, mereka terpinggirkan dan ditempatkan pada posisi-posisi yang secara fungsional tidak dapat menentukan kebijakan-kebijakan publik yang amat penting. Karenanya seseorang untuk menjadi pemimpin, masih dibutuhkan kriteria lain yaitu sifat tablig ( mempunyai kemampuan lebih dalam berkomunikasi). Penyampaian tentang visi dan misi jika kelak terpilih kepada masyarakat selalu menggunakan bahasa-bahasa yang sederhana yang dapat dipahami oleh masyarakat. Rencana program kerja yang disampaikan saat kampanye benar-benar yakin dapat diwujudkan berdasarkan kajian analisa berbagai aspek dengan melibatkan para pakar. Tidak asal obral janji demi untuk mendapatkan empati masyarakat. Kalau pemimpin seperti ini yang terpilih, masyarakat tidak akan lagi dipertontonkan seorang watak pemimpin yang saat kampanye berkoar-koar jika terpilih akan mensejaterahkan rakyat, tapi yang paling utama disejahterahkan adalah golongan dan kroni-kroninya”. Janji-janji omong kosong seperti ini tidak akan pernah ditemukan pada calon pemimpin yang memiliki sifat jujur, amanah dan tablig. Setelah memimpin, komunikasi dengan masyarakat tetap terjalin dengan baik. Komunikasi yang demikian akan menyebabkan masyarakat tidak pernah merasa kesulitan untuk menemui pemimpinnya. Masyarakat merasa punya pemimpin. Pemimpin yang melayani masyarakatnya. Bukan masyarakat yang melayani pemimpinnya.

4). Fathonah. Pemimpin yang memiliki sifat jujur, amanah dan tabliq belum sempurna kalau belum dilengkapi dengan sifat fathonah ( cerdas ). Sifat cerdas bagi seorang pemimpin sangat diperlukan. Sehingga pada saat memimpin, jika dihadapkan pada persoalan-persoalan pelik yang sangat sulit untuk menentukan pilihan, entah itu krisis ekonomi, gejolak politik, bencana alam yang bertubi-tubi, tidak serta merta langsung mengambil jalan pintas atau memilih cara yang gampangan. Tetapi perlu pertimbangan untung- ruginya bagi masyarakat terhadap solusi yang ditawarkan. Sesulit apapun yang dihadapi, kebijakan yang diambil selalu memprioritaskan seminimal mungkin dampak yang ditimbulkan kepada masyarakat. Janji tidak akan menaikan BBM saat kampanye, tetap ditepati walaupun terjadi kenaikan harga BBM tingkat dunia. Wilcome dengan tawaran para pakar tentang solusi kebijakan yang dapat diambil dalam setiap menghadapi kenaikan harga BBM dunia.

Pemimpin yang memiliki empat sifat kepemimpinan di atas dijamin akan mampu membawa kondisi bangsa yang carut-marut ini ke arah yang lebih baik. Pertanyaan yang patut dimunculkan adalah apakah masyarakat pemilih sekarang sudah cerdas memilih pemimpinnya berdasarkan empat kriteria kepemimpinan di atas? Ataukah masih menganut paradigma lama, siapa yang kasih uang dia yang akan dipilih?. Jawabannya terpulang kepada pemilih. Namun perlu diingat bahwa pemimpin yang terpilih kerena menghamburkan uang kepada pemilih saat menjelang hari h pemilihan, hakul yakin tidak akan dapat mensejahterakan rakyat. Karena pola transaksi kepemimpinan yang digunakan seperti pola transaksi antara lelaki hidung belang dengan PSK. Setelah diberi uang dan puas terhadap pelayanan PSK, Si hidung belang pergi tanpa mau tau apakah PSK tersebut mau kembali ke jalan yang benar atau tetap menggeluti profesi yang menghinakan. Pemimpin yang terpilih karena menghamburkan uang saat menjelang hari h pemilihan tidak akan memperhatikan peningkatan kesejahteraan masyarakat saat memimpin. Tapi lebih memprioritaskan program-program untuk mempercepat kembali modal dan berikutnya program mengumpulkan pundi-pundi sebanyak-banyaknya untuk pemilihan periode berikutnya.

Akhir dari tulisan ini penulis cuma menyarankan agar masyarakat pemilih jangan lagi mengulangi kesalahannya dalam memilih pemimpin seperti yang sudah-sudah. Salah pilih pemimpin, konsekwensinya akan diderita selama 5 tahun ke depan. Semoga pesta demokrasi Pilgub, Pilbup/Pilwal yang akan datang berjalan sesuai dengan yang direncanakan dan melahirkan pemimpin yang benar-benar membawa perubahan yang lebih baik. Terhindar dari pemimpin yang ”korup” dan kelak bangsa kita akan terlepas dari himpitan ekonomi. Akan tercipta kondisi Indonesia dimana bukan hanya pejabatnya yang sejahtera, tapi juga masyarakatnya. Semoga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar