Senin, 31 Mei 2010

DPR, Dewan Perampok Rakyat?

Pagi hari Sabtu minggu kemarin, ulasan editorial Media Indonesia di MetroTV lagi-lagi membuat miris hati masyarakat. Terkuak lagi ulah para anggota dewan yang terhormat yang sangat mengusik rasa ketidak adilan. Saat masyarakat tengah susah payah untuk keluar dari himpitan berbagai persoalan hidup. Tanpa malu-malu, dalam rapat yang hanya dihadiri ± 200 anggota dari 550 anggota dewan, mengajukan anggaran kepada pemerintah agar setiap anggota dewan diberikan dana sebesar 15 milyar. Konon kabarnya dana ini akan diperuntukkan kepada masyarakat (konstituen mereka) yang belum mendapatkan kue pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.

Kalau munculnya ide pengajuan ( baca minta-minta ) anggaran hanya dilatar belakangi oleh temuan mereka saat kunjungan di daerah, dimana ditemukan masih banyak masyarakat yang belum menikmati hasil pembangunan. Mestinya yang dilakukan adalah optimalkan fungsi kontrol mereka terhadap penggunaan anggaran oleh pemerintah dalam melakukan pembangunan. Giring pemerintah ke arah pembangunan yang benar-benar hasilnya dapat langsung dinikmati oleh masyarakat. Tidak perlu minta. Rakyat pasti tidak percaya bahwa uang sejumlah itu akan disalurkan seluruhnya ke masyarakat. Paling separuh yang disalurkan dan yang separuhnya dideposit untuk persiapan pemilu 2014.

Pengajuan anggaran oleh anggota dewan yang dilansir oleh Media Indonesia adalah semakin memperkuat kebenaran anggapan bahwa anggota dewan sekarang ini hanya memikirkan dirinya, kelompok /golongannya, partainya, dan sesama partai koalisi. Urusan rakyat? nanti setelah dekat pemilu baru mendapat prioritas utama. Perdebatan sengit menyangkut kepentingan rakyat di sidang-sidang dewan hanyalah sebuah suguhan sandiwara belaka. Lihat kasus Century. Milyaran dana habis untuknya. Sidang-sidang pansusnya tidak kalah sengitnya. Tapi penyelesaiannya semakin tidak jelas. Partai-partai koalisi, yang dulu sangat getol untuk membuka kasus Century secara terang benderang, kini diam membisu, sepi komentar. Mungkin terbungkam oleh terbentuknya SEKBER partai koalisi ala Cikeas dengan ketua hariannya adalah Aburizal Bakri, Ketua umum Golkar dan merupakan seteru mantan Menteri Keuangan (Sri Mulyani).

Jika kita runut balik menjelang dua tahun mereka menjadi aleg yang terhormat di Senayan, terdapat beberapa sikap yang cukup mengusik rasa ketidak adilan masyarakat. Pertama, mereka bungkam saat pemerintah menggelontorkan dana untuk acara pelantikan mereka sejumlah 46 milyar rupiah (jika dibagi 70 juta/orang). Padahal saat itu, korban gempa di Tasikmalaya masih hidup di bawah tenda-tenda pengungsian. Kedua, lagi-lagi bungkam saat pemerintanh membagi-bagikan mobil dinas yang harganya 1,2 milyar kepada para menteri dan para ketua dan wakil ketua MPR, DPR dan DPD. Satu-satunya pejabat yang masih memiliki hati nurani adalah La Ode Ida, wakil ketua DPD RI. Beliau mengembalikan fasilitas ini ke negara dengan alasan bahwa tidak pantas saya mengenderai mobil semewah ini sementar konstituen yang memilih saya justru masih hidup memprihatinkan. Ketiga, ngotot untuk merenofasi gedungnya yang masih megah dan kokoh dengan anggaran selangit ( Rp 1,8 t riliun ).

Kalau sikap anggota dewan yang demikian, telah mereka pertontonkan sebelum dua tahun menjadi aleg, apakah ada jaminan tahun-tahun mendatang tidak akan bersikap yang dapat mengusik keadilan masyarakat? Pembuktiannya, kita tunggu nanti sikap mereka terhadap wacana pemerintah untuk pembatasan premium bagi pengendara roda dua bulan Agustus mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar